Friday, June 23, 2017

Cara Ampuh Membalas Gibah dan Fitnah



Allah menciptakan bermilyar-milyar embrio suatu makhluk tercerdas di muka bumi, tujuannya adalah agar kelak para pewaris ‘cerdas’ dapat tumbuh menjadi seorang manusia yang penuh dengan tanggung jawab. Tanggung jawab terhadap lisan atau tulisan yang kelak tertuju bukan hanya untuk dirinya sendiri. Kecerdasan manusia didesain untuk mencukupi setiap luapan hati dan pikiran yang akhirnya tercurah ke wilayah publik.

Gibah dan fitnah merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban seorang makhluk berakal yang minim nurani. Bagaimana tidak? Ketika si pelaku gibah maupun fitnah kerap kali lolos dari rasa bersalah. Menikmati setiap proses kehancuran nama baik orang lain atas lalai lisan dan tulisannya. Siapapun dari kita akan sangat berpotensi menjadi penggibah dan tukang fitnah ulung bila hati tak segera ditata lalu lupa dengan kalimat ampuh yakni istigfar.

Kita terlalu sering menyalahkan setan saat terdesak kalah oleh gibah dan fitnah yang kita atur skenarionyauntuk sesama. Padahal setan hadir dan merusak pori-pori iman ketika kita lalai menyebut nama-Nya. Ya! Diri kita sendirilah yang menciptakan sesosok aib yang diberi nama setan. Tapi sayangnya kita pura-pura lupa dengan sosok yang lahirnya dari diri sendiri.

Apakah terlalu susah untuk menghindari gibah dan fitnak bagi kita? Yang bahkan setiap harinya kita harus berhadapan dengan banyak orang yang mungkin saja memiliki kekurangan. Kenapa kita bilang kekurangan? Karena kelebihan dari orang lain tertutup oleh rasa lebih dari diri kita sendiri. Lagi-lagi bisa jadi karena diri ini selalu merasa benar dan bangga men-Tuhankan pendapat sendiri.

Lalu bagaimana bila kitalah yang menjadi sasaran gibah dan fitnah? Tentunya hal pertama yang perlu kita ketahui adalah banyak-banyak bersyukur. Karena degan cara seperti itu kita diberi kekurangan waktu untuk menggibah balik orang lain. kita tahu rasanya sakit saat gibah atau fitnah itu datang menghampiri, makanya hati dan lisan kita lebih tertahan untuk tidak melakukan hal sama.

Kedua,
Saat diri kita menjadi sasaran gibah atau fitnah pasti ada rasa ingin marah dan membalas dendam. Setiap dari kita sebenarnya telah dibimbing oleh nurani masing-masing. Saat diri kita terluka maka pilihan terbaik selalu hati bisikkan lebih kencang. Bila masih ada bisik-bisik buruk maka upayakan langkah kita untuk beristigfar dan pergi berwudhu, lalu sebisa mungkin menjauh dari hingar bingar sumber kekacauan hati.

Ketiga,
Saat diri kita menjadi sasaran gibah atau fitnah, terkadang tanpa si penggibah sadari ternyata dirinya pun sedang menjadi bahan gibahan orang lain. Nah di sini waktunya kita membalas sakit hati dengan cara memanusiakan manusia. Diam! Jangan mau ikut terseret menggibah orang yang telah menggibah kita. Jangan mau kita menjadi serupa dalam jaringan dosa yang tak kasat mata.

Keempat,
Perbanyaklah waktu untuk duduk berdua dengan Allah, panjangkan sujud-sujud kita. Doakan hal-hal baik atas prilaku menyakitkan dari orang orang lain terhadapa diri kita. Kadang tanpa kita sadari bahwa nasihat “diam itu emas” bila dipraktikkan secara langsung sangat benar maknanya. Bila tak dapat berkata-kata baik maka diam adalah pilihan yang paling anggun.

Kelima,
Maafkan. Memang perkara memaafkan bukan hal mudah, tapi ketika kita menyadari nikmatnya menjadi seseorang yang berada di posisi objek gibah atau fitnah, maka senyum keikhlasan akan terpancar dengan sendirinya bila kita berserah diri kepada Allah. Karena apa? Karena kita yang mengatur maaf atas apa yang menjadi kesalahan orang lain. kita secara tak langsung menjadi seorang raja atau ratu di istana kaum pemaaf. Maka maafkanlah, dengan begitu kita berhasil menjadi khalifah untuk diri kita sendiri. Bijak mengatur kerajaan hati meski terombang-ambing dan hampir tumbang. Jadilah cahaya terutama untuk jiwa sendiri.

Butalah terhadap kekurangan orang lain, maka Allah senantiasa membimbing jiwa dan raga kita untuk selalu terjaga dari perihal boroknya hati.

لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.” [Shahih Muslim]


2 comments:

  1. Artikel ini mengingatkan untuk lebih berhati-hati terhadap lisan. Setiap huruf yang keluar dari lisan, dari status, dari chat, akan dimintai pertanggungan jawab. Makasih sharingnya Mba Septia..

    ReplyDelete
    Replies
    1. setuju Mba, setiap gerak gerik kita pada akhirnya bakal kita pertanggungjawabkan pada Allah SWT..

      Terima kasih kembali Mba udah bersedia mampir hehe

      Delete

Silahkan tinggalkan jejak, Teman. Gunakan bahasa yang baik agar silahturahmi dan diskusi kita menyenangkan. Saya pun akan berkunjung balik ke Blog kalian. Tolong untuk tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Terima Kasih :-)

Untuk kerja sama berupa content placement, review produk dan lain-lain bisa email ke septiakhoirunnisa24@gmail.com